Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tugas-Tugas Pemerintah dalam Negara Hukum Modern (Welvaartsstaat)

Negara modern atau Negara demokrasi kedaulatan atas Negara berada dalam rakyat. Jadi, pelaku Negara adalah kebalikan dari Negara penguasa, yaitu pelaku Negara adalah rakyat sebagai pemegang kedaulatan atas Negara.


Tugas-Tugas Pemerintah dalam Negara Hukum Modern (Welvaartsstaat)
Tipe negara hukum ini sering disebut negara hukum dalam arti yang luas atau disebut pula Negara Hukum Modern. Negara dalam pengertian ini bukan saja menjaga keamanan semata-mata tetapi secara aktif turut serta dalam urusan kemasyarakatan demi kesejahteraan rakyat. Oleh sebab itu arti negara hukum dalam arti luas sangat erat hubungannya dengan pengertian Negara Kesejahteraan atau “welfare state”.

Oleh karena itu, dalam konsep Negara modern demokrasi yang berdaulat adalah rakyat. Rakyat adalah subyek pemegang kedaulatan .Dalam hubungan ini, secara teoritik setidak-tidaknya ada 90 model atau tipe dasar demokrasi.


Ada beberapa pendapat para sarjana berkenaan dengan pembagian tugas-tugas negara dan pemerintahan. Pendapat para sarjana mengenai pembagian tugas-tugas negara ini diilhami oleh kenyataan historis bahwa pemusatan kekuasaan negara pada satu tangan atau satu lembaga telah membawa bencana bagi kehidupan demokrasi dan kemasyarakatan, serta terlanggarnya hak-hak asasi warga negara.

Oleh karena itu, kekuasaan negara perlu dipencarkan dan dipisahkan dalam berbagai lembaga negara, sehingga terjadi saling kontrol (checks and balances) kemudian melahirkan teori pemencaran kekuasaan atau pemisahae kekuasaan (spreiding van machten of machtensscheiding).

John Locke yang dianggap pertama kali mengintrodusir ajaran pemisahan kekuasaan negara, dengan membaginya menjadi kekuasaan legislative (membuat undang-undang), kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-undang), dan kekuasaan federatif (keamanan dan hubungan luar negeri).

Ajaran pemisahan kekuasaan ini menjadi kian populer segera setelah seorang ahli hukum berkebangsaan Prancis Montesquieu, menerbitkan buku "L'Esprit des Lois" (The Spirit of the Law), yang mengemukakan bahwa dalam suatu negara ada tiga organ dan fungsi utama pemerintahan, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudisial. Masing-masing organ ini harus dipisahkan, karena memusatkan lebih dari satu fungsi pada satu orang atau organ pemerintahan merupakan ancaman kebebasan individu (a threat to individual liberty).

Meskipun dalam perkembangannya ajaran pemisahan kekuasaan ini mendapat berbagai modifikasi terutama melalui ajaran pembagian kekuasaan (machtsverdeling atau distribution of power), yang menekankan pentingnya pembagian fungsi bukan pembagian lembaga, dan ajaran checks and balances yang menekankan pentingnya hubungan saling mengawasi dan mengendalikan antar berbagai lembaga negara, akan tetapi esensi bahwa kekuasaan kini negara itu harus dibagi atau dipisah masih tetap relevan hingga sekarang.

Di samping pembagian tersebut di atas, terdapat pula pembagian lain yang dikemukakan oleh para sarjana. Berikut ini akan disajikan beberapa pendapat para sarjana tentang pembagian tugas negara tersebut.

Menurut Presthus tugas negara itu meliputi dua hal, yaitu: 
a. policy making, ialah penentuan haluan negara, dan 
b. task executing, yaitu pelaksanaan tugas menurut haluan yang telah ditetapkan oleh negara.

Pembagian ini sama dengan yang dilakukan oleh E. Utrecht, yang mengikuti AM. Donner, yaitu pertama berupa lapangan yang menentukan tujuan atau tugas, dan yang kedua lapangan merealisasi tujuan atau tugas yang telah ditentukan itu.

Pembagian tugas negara menjadi dua bagian ini dikemukakan pula oleh Hans Kelsen, yaitu:
a. politik sebagai etik, yakni memilih tujuan-tujuan kemasyarakatan
b. politik sebagai teknik, yakni bagaimana merealisasikan tujuan-tujuan tersebut.

Hal senada dikemukakan pula oleh Logemann, yang membagi tugas negara menjadi dua, yaitu: 
a. menentukan tujuan yang tepat (juiste doeleinden, doelstelling/taakstelling),
b. melaksanakan tujuan tersebut secara tepat pula (nastreven op de juiste wijze, verwerlijking).

Berbeda dengan pembagian Negara menjadi dua tersebut Van Vollenhouven membagi empat yaitu :
a. Membuat peraturan dalam bentuk undang-undang

b. Pemeliharaan kepentingan umum
c. Penyelesaian sengketa dalam peradilan perdata yang disebut Yustitusi
d. Mempertahankan ketertiban umum baik secara preventif maupun represif

Sementara Lemaire membagi tugas negara dalam lima jenis, yaitu:
a. perundang-undangan; 
b. pelaksanaan yaitu pembuatan aturan-aturan hukum oleh penguasa sendiri; c. pemerintahan; 
d. kepolisian, dan 
e. pengadilan.

Seiring dengan perkembangan kenegaraan dan pemerintahan, ajaran negara hukum yang kini dianut oleh negara-negara di dunia khususnya setelah Perang Dunia kedua adalah negara kesejahteraan (welfare state). Konsep negara ini muncul sebagai reaksi atas kegagalan konsep legal state atau negara penjaga malam.

 Dalam konsep legal state terdapat prinsip staatsonthouding atau pembatasan peranan negara dan pemerintah dalam bidang politik yang bertumpu pada dalil "The least government is the best goverrunent", dan terdapat prinsip "laissez faire, laissez aller" dalam bidang ekonomi yang melarang negara dan pemerintah mencampuri kehidupan ekonomi masyarakat (staatsbemoeienis). Pendeknya, "The state should intervene as little as possible in people's lives and businesses". Akibat perbatasan ini pemerintah atau administrasi negara menjadi pasif, dan oleh karenanya sering disebut negara penjaga malam (nachtwakerstaat atau nachtwachtersstaat).

Adanya perbatasan negara dan pemerintah ini dalam praktiknya ternyata berakibat menyengsarakan kehidupan warga negara, yang kemudian memunculkan reaksi dan Kerusuhan sosial. Dengan kata lain, konsepsi negara penjaga malam telah gagal dalam implementasinya. Kegagalan implementasi nachtwachterstaat tersebut kemudian muncul gagasan yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya, yaitu welfare state. 

Ciri utama negara ini adalah munculnya kewajiban pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan umum bagi warganya. Dengan kata lain, ajaran welfare state merupakan bentuk konkret dari peralihan prinsip staatsonthouding, yang membatasi peran negara dan penderintah untuk mencampuri kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, menjadi staatsbemoeienis yang menghendaki negara dan pemerintah terlibat aktif dalam kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat, sebagai langkah untuk mewujudkan kesejahteraan umum, di samping menjaga ketertiban dan keamanan (rust en orde). Menurut E. Utrecht, sejak negara turut serta secara aktif dalam pergaulan kemasyarakatan, maka lapangan pekerjaan pemerintah makin lama makin luas. Administrasi negara diserahi kewajiban untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum (bestuurszorg).

Diberinya tugas "bestuurszorg" itu membawa bagi administrasi negara suatu konsekuensi yang khusus. Agar dapat menjalankan tugas menyelenggarakan kesejahteraan rakyat, menyelenggarakan pengajaran bagi semua warga negara, dan sebagainya secara baik, maka administrasi negara memerlukan kemerdekaan untuk dapat bertindak atas inisiatif sendiri, terutama dalam penyelesaian soal-soal genting yang timbul dengan sekonyong-konyong dan yang peraturan penyelenggaraannya belum ada, yaitu belum dibuat oleh badan-badan kenegaraan yang diserahi fungsi legislatif.

Pemberian kewenangan kepada administrasi negara untuk bertindak atas inisiatif sendiri itu lazim dikenal dengan istilah freies Ermessen atau discretionary power, suatu istilah yang di dalamnya mengandung kewajiban dan kekuasaan yang luas. Kewajiban adalah tindakan yang harus dilakukan, sedangkan kekuasaan yang luas itu menyiratkan adanya kebebasan memilih; melakukan atau tidak melakukan tindakan. Dalam praktik antara kewajiban dan kekuasaan berkaitan erat.

Nata Saputra mengartikan freies Ermessen sebagai suatu kebebasan yang diberikan kepada alat administrasi, yaitu kebebasan yang pada asasnya memperkenankan alat administrasi negara mengutamakan keefektifan tercapainya suatu tujuan daripada berpegang teguh kepada ketentuan hukum,25 atau kewenangan untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas untuk mewujudkan kepentingan umum dan kesejahteraan sosial atau warga negara.


Pemberian freies Ermessen kepada pemerintah atau administrasi negara mempunyai konsekuensi tertentu dalam bidang legislasi. Dengan bersandar pada freies Ermessen, administrasi negara memiliki kewenangan yang luas untuk melakukan berbagai tindakan hukum dalam rangka melayani kepentingan masyarakat atau mewujudkan kesejahteraan umum, dan untuk melakukan tindakan itu diperlukan instrumen hukum. Artinya bersamaan dengan pemberian kewenangan yang luas untuk bertindak diberikan pula kewenangan untuk membuat instrumen hukumnya.

Menurut E. Utrecht,kekuasaan administrasi negara dalam bidang legislasi ini meliputi; pertama, kewenangan untuk membuat peraturan atas inisiatif sendiri, terutama dalam menghadapi soal-soal genting yang belum ada peraturannya, tanpa bergantung pada pembuat undang-undang pusat; kedua, kekuasaan administrasi negara untuk membuat peraturan atas dasar delegasi. Karena pembuat undang-undang pusat tidak mampu memerhatikan tiap-tiap soal yang timbul dan karena pembuat undang-undang hanya dapat menyelesaikan soal-soal yang bersangkutan dalam garis besarnya saja dan tidak dapat menyelesaikan tiap detail pergaulan sehari-hari, maka pemerintah diberi tugas menyesuaikan peraturan-peraturan yang diadakan pembuat undang-undang pusat dengan keadaan yang sungguh- sungguh terjadi di masyarakat; ketiga, droit function, yaitu kekuasaan administrasi negara untuk menafsirkan sendiri berbagai peraturan, yang berarti administrasi negara berwenang mengoreksi (corrigeren) hasil pekerjaan pembuat undang-undang.

Penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan berkaitan pula dengan bentuk negara tertentu. Dalam negara yang berbentuk kesatuan, ada dua kemungkinan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan yaitu sentralisasi atau desentralisasi. Penyelenggaraan pemerintahan secara sentralisasi berarti seluruh bidang-bidang pemerintahan diselenggarakan oleh pemerintah pusat, sedangkan dengan desentralisasi berarti penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan tidak hanya dijalankan oleh pemerintah pusat, tetapi juga oleh satuan pemerintahan daerah, yang umumnya bertumpu pada mprinsip otonomi, yaitu "vrijheid en zelfstandigheid" kebebasan dan kemandirian daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan rumah tangga daerah (huishouding). 
 
Sumber: 
1.  https://brainly.co.id/tugas/24909094
2. HR, Ridwan. 2006. Hukum Administrasi Negara. Bandung:RajaGrafindo Persada.
Zein Sakti
Zein Sakti Orang yang mencari peruntungan di dunia blogging

Posting Komentar untuk "Tugas-Tugas Pemerintah dalam Negara Hukum Modern (Welvaartsstaat)"