Kedudukan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat dalam UUPA
Hak Ulayat adalah hak masyarakat hukum adat atas segala sumber daya agraria yang ada dalam wilayah kekuasaan masyarakat hukum adat yang bersangkutan. Dengan demikian obyek dari hak ulayat meliputi segala sumber daya agraria (bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya). Hak Ulayat lahir atau muncul bukan karena diciptakan oleh keputusan pejabat tetapi tumbuh dan berkembang (serta juga dapat lenyap) sesuai dengan keberadaan dan perkembangan kehidupan masyarakat hukum adat yang bersangkutan.
Setelah munculnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun1960 tentang Peraturan dasar Pokok-Pokok Agraria yang lazim juga disebut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) bahwa hak ulayat diakui sebagai suatu hak atas tanah apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan. Berdasarkan Pasal 3 UUPA bahwa hak ulayat diakui sebagai suatu hak atas tanah apabila dalam kenyataan memang masih ada dan pelaksanaan hak tersebut harus sesuai dengan kepentingan nasional serta tidak boleh bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.
Kedudukan Hukum Adat dalam UUPA
UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) memosisikan hukum adat sebagai hukum yang berlaku dalam hukum agraria (hukum positif tidak tertulis). Jadi UUPA tidak menghapus keberadaan hukum adat sbg hukum yang berlaku atas tanah di Indonesia.
Pengakuan terhadap hukum adat bahkan menjadi salah satu prinsip dasar hukum agraria nasional (dari 8 prinsip). Artinya, jika ada per-UU-an dan Putusan Hakim yang tidak mengakui keberadaan hukum adat sebagai hukum berlaku dapat dikatakan bertentang dengan Hukum Agraria Nasional (UUPA).
Hukum adat juga sebagai sumber utama pembangunan Hukum Agraria Nasional.
UUPA Sumber Utama Pengakuan Hak Masyarakat (Hukum) Adat atas Tanah dan SDA
UU No. 5 Tahun 1960 atau UUPA merupakan produk hukum nasional pertama dan utama bagi pengakuan hak masyarakat (hukum) adat atas tanah dan SDA.
Pada masa kolonial sebetulnya juga ada pengakuan terhadap hukum adat:
- Ps 11 AB 1848, Ps 75 (3) RR (lama) 1854: hukum adat difungsionalkan oleh hakim.
-
- Ps 75 (3) RR (baru) 1920: pemberlakuan hukum adat tidak saja melalui peradilan tetapi juga melalui pembuat UU (legislatif).
Pada 1925 RR diganti dgn IS (Indische Staatsregeling) Ps 75 (3) RR (baru) dijadikan Pasal 131 IS.
Dengan berbagai reaksi dan redaksi pengakuan hak masyarakat (hukum) adat kemudian diikuti oleh berpagai UU termasuk UU Sektoral.
Kemudian muncul “tragedi” preseden pengakuan masy hukum adat sebagai subjek terlebih dahulu “dengan” Perda baru haknya diakui (UU 41/1999 tentang Kehutanan). Preseden ini bahkan menular ke bidang pertanahan, seperti Perpres 41/2012 dalam pengadaan tanah.
Konsep Hak Ulayat Disublim Menjadi Hak Bangsa
Konsepsi hubungan hukum antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, ruang angkasa dan kekayaan alam yang dipakai oleh UUPA diangkat dari konsepsi hak ulayat MHA (sublimasi).
Konsepsi hak bangsa (nationality) berasal dari konsep hak ulayat.
Konsepsi hak menguasai negara juga berasal dari turunan hak bangsa dalam aspek publik.
Begitu juga prinsip pemisahan horizontal.
Syarat sah transaksi tanah:
- Nyata
- Tunai
- Terang
UUPA Memberikan Arahan Untuk Kondensasinya Terhadap MHA
Dalam wilayah adat, hak masyarakat (hukum) adat dijamin melalui penerapan sistem hak ulayat.
Jika sistem hak ulayat efektif maka hak masyarakat hukum adat terjamin, dan tentu saja kesejahteraan masyarakat pun dapat diwujudkan.
Pada saat sistem hak ulayat sudah disublim menjadi hak bangsa dan hak menguasai negara, maka masyarakat menunggu efektivitas sistem hak bangsa dan hak menguasai negara yang akan menjamin hak mereka.
Untuk itulah tujuan pembangunan Hukum Agraria menurut UUPA.
UUPA memberikan pedoman untuk pembangunan hukum agraria dengan menentukan Prinsip Dasar Hukum Agraria Nasional untuk memastikan Kondensasi dari dari Hak Bangsa menyirami seluruh kepentingan anak bangsa ini terumata masyarakat (hukum) adat.
Demikian artikel Kedudukan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat dalam UUPA semoga bisa bermanfaat.
- Ilyas Ismail, 2010, Kedudukan dan Pengakuan Hak Ulayat Dalam Sistem Hukum Agraria Nasional, Jurnal unsyiah, KANUN No. 50 Edisi April 2010.
- Materi Prof Kurnia dalam Webinar HUT UUPA 2020
Posting Komentar untuk "Kedudukan dan Pengakuan Hak Masyarakat Adat dalam UUPA"