Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia
HAM adalah masalah yang mendasar dan universal, masalah ini ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Perjuangan melawan perbudakan kaum Yahudi di Mesir pada zaman nabi Musa pada hakekatnya didorong oleh kesadaran untuk membela keadilan dalam rangka menegakkan HAM. [1]
1. Hukum Hamurabi
Pada zaman kerajaan Babilonia 2000 SM telah diupayakan menyusun suatu
hukum/aturan yaitu ketentuan-ketentuan yang menjamin keadilan bagi semua warga
negara. Ketentuan ini dikenal dengan nama hukum Hamurabi. Hukum ini merupakan
jaminan HAM warga negara terhadap kesewenang-wenangan kerajaan atau kekuasaan. [2]
2. Solon
Solon 600 SM di Athena berusaha mengadakan pembaharuan
dengan menyusun undang-undang yang menjamin keadilan dan persamaan bagi setiap
warga negara. Menurut Solon orang0orang yang menjadi budak karena tidak dapat
membayar hutang harus dibebaskan. Untuk menjamin terlaksananya hak-hak
kebebasan warga solon menganjurkan dibentuknya Mahkamah/Pengadilan (Heliaea)
dan lembaga perwakilan rakyat atau majelis rakyat (Eclesia).[3]
3. Perikles
Negarawan Athena yang berusaha menjamin keadilan bagi
warga Negara yang miskin. Setiap warga dapat menjadi anggota majelis rakyat
dengan syarat sudah berusia 18 tahun. Ia menawarkan system demokrasi untuk
menjamin hak asasi warga. Konsep demokrasi yang ditawarkan Perikles secara
objektif mengandung banyak kelemahan. Terlepas dari semua kelemahan itu, ia
tetap dipandang sebagai tokoh yang memperjuangkan hak asasi manusia. Ia
memperjuangkaan hak-hak politik warga yang sebelumnya tidak ada. [4]
4. Socrates-Plato-Aristoteles
Sokrates, Plato
dan Aristoteles mengemukakan pemikirannya tentang hak asasi manusia dalam
kaitannya dengan kewajiban atau tugas negara. Socarates banyak mengkritik
praktek demokrasi pada masa itu. Ia mengajarkan HAM, kebijaksanaan, keutamaan,
keadilan. Lebih jauh ditekankan agar warga berani mengkritik pemerintah yang
tidak mengindahkan keadilan dan kebebasan manusia. (Bertens, 1971, ) Ajaran ini
dipandang sangat berbahaya bagi penguasa, sehingga ia dihukum mati dengan cara
minum racun. Plato dalam dialognya Nomoi mengusulkan suatu sistem pemerintahan
dimana petugas atau pejabat dipilih oleh rakyat tetapi dengan persyaratan
kemampuan dan kecakapan. Plato berkandaskan pada sistem demikrasi langsung ala
Perikles dimana demokrasi yang berjalan justru meminggirkan hak-hak warga.
(Bertens, 1971, ) Sementara menurut Aristoteles, suatu negara disebut baik
apabila mengabdikan kekuasaan untuk kepentingan umum. Ia menawarkan
pemerintahan atau Negara Politeia, yaitu demokrasi yang berdasarkan
undang-undang. Dalam sistem ini seluruh rakyat ambil bagian dalam pemerintahan
baik yang kaya maupun yang miskin, yang berpendidikan atau tidak berpendidikan.
(Bertens, 1971, ) Secara implisit ia menganjurkan adanya persamaan bagi warga
negara tanpa adanya diskriminasi. [5]
5. Magna Charta (15 Juli 1215)
Kesewenang-wenangan raja Inggris mendorong para
bangsawan mengadakan perlawanan. Raja dipaksa menanda tangani piagam besar
(magna Charta) yang berisi 63 pasal. Tujuan piagam ini adalah membela keadilan
dan hak-hak para bangsawan. Dalam perkembangannya kekuatan yang ada pada piagam
ini berlaku untuk seluruh warga. Esensi Magna Charta ini adalah supremasi hukum
diatas kekuasaan. Piagam ini menjdi landasan terbentuknya pemerintahan monarki
konstisusional. Prinsip-prinsip dalam piagam ini, pertama kekuasaan raja harus
dibatasi, kedua HAM lebih penting daripada kedaulatan atau kekuasaan raja,
ketiga dalam masalah kenegaraan yang penting temasuk pajak harus mendapatkan
persetujuaan bangsawan, keempat tidak seoran pun dari warga negara merdeka
dapat ditahan, dirampas harta kekayaannya, diperkosa hak-haknya, diasingkan
kecuali berdasarkan pertimbangan hukum. [6]
6. Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat (4 Juli 1776)
Deklarasi kemerdekaan Amerika ini menyatakan bahwa
manusia diciptakan sama dan sederajat oleh penciptanya. Semua manusia
dianugrahi hak hidup, kemerdekaan, kebebasan. Hak-hak tersebut tidak dapat
dicabut oleh siapapun juga. [7]
7. Revolusi Perancis (14 Juli 1789)
Kesewenang-wenangan raja Louis XIV mendorong munculnya
revolusi Perancis. Rakyat tertindak menyerang penjara Bastille yang merupakan
simbul absolutism raja. Semboyan revolusi perancis : perasaan, persaudaraan dan
kebebasan dalam perkembangan nya menjado landasan perjuangan HAM di Perancis.
Konsep ini bergema ke seluruh penjuru dunia. Revolusi diilhami oleh
pemikiran-pemikiran Jean Jaquas Rousseau, Montesqieuw, dan Voltaire.[8]
8. Abraham
Lincoln.
Ia dikenal
sebagai pembela HAM dan tokoh anti perbudakan. Ia menganjurkan persamaan,
kemerdekaan bagi setiap warga Negara tanpa membedakan warna kulit, agama dan
jenis kelamin. [9]
9. Franklin D.
Rosevelt
Rosevelt mengajarkan beberapa kebebasan manusia guna mencapai perdamaian,
meliputi : a. Kebebasan berbicara
b. Kebebasan
memilih agama sesuai dengan keyakinan masing-masing
. c. Kebebasan dari rasa takut.
d. Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan. [10]
Posting Komentar untuk "Sejarah Perkembangan Hak Asasi Manusia "