Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Proses Beracara Di KPPU Untuk Pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999

Proses Beracara di KPPU Untuk Pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999 adalah sebagai berikut:

Proses Beracara Di KPPU Untuk Pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999

1. Pelaporan

Kppu menerima laporan dari masyarakat atau pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktik monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Perkom Nomor 1 Tahun 2019 Pasal 1 angka 14 mendefinisikan laporan sebagai penjelasan secara umum mengenai dugaan pela nggaran yang disampaikan oleh unit kerja yang menangani pemberkasan maupun penanganan perkara kepada komisi. Laporan harus jelas memuat identitas pihak pelapor dan terlapor; uraian secara lengkap mengenai dugaan pelanggaran undang-undang beserta alat bukti dugaan pelanggaran. KPPU lantas menjamin identitas pelapor tidak akan diungkap kepada publik. “Identitas Pelapor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib dirahasiakan oleh Komisi,” sebagaimana bunyi Pasal 4 angka 2 Perkom Nomor 1 Tahun 2019.

2. Verifikasi Laporan

Langkah selanjutnya adalah proses klarifikasi untuk memeriksa kelengkapan administrasi laporan; kebenaran identitas Pelapor dan Terlapor; alamat saksi; kesesuaian dugaan pelanggaran undang-undang dengan pasal yang dilanggar dengan alat bukti yang diserahkan oleh Pelapor; dan kompetensi absolut terhadap laporan.

Ada sejumlah syarat jika hasil klarifikasi akan naik ke tahap penyelidikan, yaitu kelengkapan administrasi laporan; kejelasan dugaan pasal undang-undang yang dilanggar; penilaian kompetensi absolut komisi; serta terdapat sekurang-kurangnya 1 alat bukti. Jika laporan belum memenuhi ketentuan, laporan akan dikembalikan, dan pelapor diminta melengkapi dalam jangka waktu 14 hari.

Pasal 10 Perkom Nomor 1 Tahun 2019 menyebutkan, meskipun tanpa laporan, komisi dapat melakukan pemeriksaan terhadap pelaku usaha apabila ada dugaan pelanggaran undang-undang. Dalam situasi ini, penanganan perkara atas inisiatif KPPU itu dapat dilakukan berdasarkan hasil kajian; temuan dalam proses pemeriksaan; hasil Rapat Dengar Pendapat yang dilakukan komisi; berita di media dan/atau data; serta informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan. Barulah penyelidikan dimulai atas arahan atau persetujuan rapat komisi yang hasilnya dilaporkan kepada ketua komisi

3. Penyelidikan

Peraturan Komisi (Perkom) Nomor 1 Tahun 2019 Pasal 1 angka 12 menyebutkan, penyelidikan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh investigator pemeriksaan untuk mendapatkan bukti yang cukup. Sementara yang dimaksud bukti yang cukup pada angka 12 yaitu pemenuhan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang sah.

penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran undang-undang menjadi salah satu wewenang yang dilakukan oleh unit kerja, dengan jangka waktu paling lama 60 hari dan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan Rapat Koordinasi. Pada proses ini, investigator dapat memanggil pelapor, terlapor, saksi, ahli; mendapatkan dokumen, data aset, dan omzet terlapor; hingga melakukan pemeriksaan serta analisis. “Melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya,” demikian bunyi wewenang KPPU nomor tiga.  

Sementara itu, investigator pemeriksaan merujuk pada pegawai komisi yang ditugaskan oleh komisi untuk melakukan kegiatan klarifikasi, penelitian, dan penyelidikan. Kendati masih dalam tahap penyelidikan, terlapor dan saksi wajib memenuhi panggilan. Jika menolak, akan diminta bantuan penyidik untuk menghadirkan terlapor dan saksi wajib.  

“Dalam hal Terlapor dan/atau Saksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap menolak diperiksa, menolak memberikan informasi, menghambat proses penyelidikan dan/atau pemeriksaan, Investigator Pemeriksaan dapat membuat laporan kepada Penyidik untuk dikenakan tindakan sesuai dengan ketentuan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang,” bunyi Perkom tersebut pada Pasal 20 ayat (2).

Penyidik yang dimaksud adalah pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.

4. Rapat Komisi

Setelah laporan penyelidikan dianggap layak, investigator penuntut menyusun laporan dugaan pelanggaran. Perkom angka 24 mendefinisikan investigator sebagai pegawai komisi yang ditugaskan oleh komisi untuk melakukan kegiatan pemberkasan atau membacakan Laporan Dugaan Pelanggaran pada Pemeriksaan Pendahuluan; mengajukan alat bukti; menghadirkan saksi; dan menyampaikan kesimpulan pada Pemeriksaan Lanjutan.

5. Pemeriksaan

Pemeriksaan pendahuluan dilakukan selama 30 hari dimulai sejak persidangan pertama yang dihadiri oleh terlapor. Apabila terlapor tidak hadir, majelis akan melakukan pemanggilan secara patut kembali maksimal dua kali sebelum menyatakan Pemeriksaan Pendahuluan dimulai. Persidangan akan ditunda jika terlapor tidak hadir. Namun, jika masih tidak hadir, pemeriksaan akan tetap dilakukan.   

“Dalam hal Pemeriksaan Pendahuluan dimulai tanpa kehadiran Terlapor, Majelis Komisi dapat mengambil Putusan berupa: a. adanya pelanggaran Undang-Undang; b. tidak adanya pelanggaran Undang-Undang; atau c. menolak Laporan Dugaan Pelanggaran,” bunyi Pasal 30 ayat 6 Perkom Nomor 1 Tahun 2019.

Setelah itu investigator penuntut membacakan dan/atau menyampaikan Laporan Dugaan Pelanggaran yang dituduhkan kepada terlapor dalam Pemeriksaan Pendahuluan. Seperti layaknya sidang penanganan perkara, terlapor berhak untuk memberikan tanggapan terhadap Laporan Dugaan Pelanggaran dengan mengajukan alat-alat bukti.

Majelis Komisi juga memberikan kesempatan kepada terlapor untuk melakukan perubahan perilaku setelah Laporan Dugaan Pelanggaran dibacakan dan/atau disampaikan kepada terlapor. Hal ini berlaku apabila seluruh terlapor menyetujui untuk melakukan perubahan perilaku. Terlapor juga diminta membuat komitmen dengan menandatangani pakta integritas perubahan perilaku yang pengawasannya selama 60 hari.

Namun, meski pada prosesnya terlapor mengakui perbuatannya, ia tidak serta merta diputus bersalah. Setidaknya, butuh dua alat bukti untuk membuktikan perbuatan tersebut, sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan memanggil saksi, ahli, terlapor, pemeriksaan alat bukti surat/dokumen, dan atau penyampaian simpulan hasil persidangan oleh terlapor dan investigator penuntut.

Alat bukti yang dimaksud dapat berupa keterangan saksi, ahli, surat/dokumen, petunjuk dan keterangan pelaku usaha. Setelah proses tersebut dilalui kemudian majelis melaksanakan musyawarah. Apabila tidak mencapai mufakat atau ada perbedaan pendapat (dissenting opinion), diambil suara terbanyak.

Setelah diputus, maka salinan putusan akan diantarkan, apabila terlapor menolak salinan putusan atau alamat tidak diketahui secara jelas, akan diumumkan ke publik melalui halaman situs resmi komisi. Apabila terlapor tidak melaksanakan Putusan Komisi, komisi dapat menyerahkan perkara kepada penyidik untuk diproses secara pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 Undang-Undang.

6. Upaya Hukum (Keberatan)

Meski bersifat mengikat, keputusan yang dihasilkan KPPU tidaklah bersifat final. Ini artinya, pihak terlapor masih sangat mungkin mengajukan keberatan atas putusan KPPU kepada pengadilan negeri domisili terlapor. Bahkan, proses hukum ini juga dapat berlangsung hingga tingkat Mahkamah Agung. Dengan kata lain, ada fungsi kontrol KPPU yang berimbang dan terukur, demi mewujudkan penegakan hukum persaingan usaha yang seadil-adilnya bagi pelaku usaha maupun konsumen.  

Zein Sakti
Zein Sakti Orang yang mencari peruntungan di dunia blogging

Posting Komentar untuk "Proses Beracara Di KPPU Untuk Pelanggaran UU Nomor 5 Tahun 1999"