Sejarah dan Proses Pengesahan CEDAW
Sejarah dan Proses Pengesahan CEDAW
Tepatnya pada 18
Desember 1979, Majelis Umum PBB menyetujui sebuah rancangan Konvensi tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan. Majelis Umum PBB
mengundang negara-negara anggota PBB untuk meratifikasinya. Konvensi ini
kemudian dinyatakan berlaku pada 3 September 1981 setelah 20 negara menyetujui.
Disetujuinya Konvensi Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (selanjutnya disingkat sebagai Konvensi Perempuan) merupakan puncak dari upaya Internasional dalam dekade perempuan yang ditujukan untuk melindungi dan mempromosikan hak-hak perempuan di seluruh dunia.
Ini merupakan hasil dari inisiatif yang
diambil oleh Komisi Kedudukan Perempuan (UN Commission on the Status of Women),
sebuah badan yang dibentuk pada tahun 1947 oleh PBB untuk mempertimbangkan dan
menyusun kebijakan-kebijakan yang akan dapat meningkatkan posisi perempuan.
a. Perundingan
(Negotiation)
Pada tahun 1949
sampai dengan tahun 1959, Komisi Kedudukan Perempuan mempersiapkan berbagai
kesepakatan internasional termasuk di dalamnya Konvensi tentang Hak-hak Politik
Perempuan dan Konvensi tentang Kewarganegaraan Perempuan yang Menikah. Pada
tahun 1963, Majelis Umum PBB mencatat bahwa diskriminasi terhadap perempuan
masih terus berlanjut, dan meminta agar dapat dibuat suatu rancangan Deklarasi
Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan.[2]
Pada tahun 1965,
Komisi tersebut memulai menyiapkan upaya yang kemudian pada tahun 1966 keluar
sebuah rancangan Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan. Hasilnya pada tahun 1967, rancangan ini disetujui menjadi sebuah
Deklarasi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan berdasarkan
Resolusi 2263 (XXII). Deklarasi ini merupakan instrumen internasional yang
berisi pengakuan secara universal dan hukum dan standar-standar tentang
persamaan hak laki-laki dan perempuan.
Pada tahun 1968,
Dewan Ekonomi dan Sosial mengambil inisiatif untuk menyusun sistem pelaporan
terhadap pelaksanaan Deklarasi tersebut oleh anggota-anggota PBB. Mengingat
deklarasi ini bukan kesepakatan (treaty), meskipun ada penekanan secara moral
dan politik terhadap para anggota PBB untuk menggunakannya, anggota PBB tidak
mempunyai kewajiban yang mengikat untuk bersandar padanya. Pada tahun 1970,
Majelis Umum PBB kemudian mendesak adanya ratifikasi atau aksesi pada instrumen
internasional yang relevan yang berkaitan dengan kedudukan perempuan.
Melanjutkan upaya
tersebut pada tahun 1972, Komisi Kedudukan Perempuan mempersiapkan sebuah
‘treaty’ yang akan mengikat pelaksanaan apa yang termuat dalam deklarasi.
Seiring dengan hal tersebut, Dewan Ekonomi dan Sosial kemudian menunjuk suatu
kelompok kerja yang terdiri dari 15 orang untuk mulai menyusun suatu kelompok
kerja yang terdiri dari 15 orang untuk mulai menyusun suatu Konvensi pada tahun
1973.
Persiapan ini
mendapat sambutan dan dorongan yang besar oleh Konferensi Dunia yang
diselenggarakan di Mexico City pada tahun 1975. Konferensi ini sedianya untuk
menyusun Kerangka Kerja Dunia tentang Perempuan. Konferensi ini mendesak adanya
sebuah Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan.
Dorongan Konferensi
mendapat sambutan dari Majelis Umum PBB yang kemudian menetapkan periode 1976
sampai dengan tahun 1985 sebagai Dekade Perempuan dan mendesak agar Komisi
Kedudukan Perempuan menyelesaikan Konvensi di pertengahan Dekade tersebut (pada
tahun 1980) tepat pada saat Dekade Perempuan direview.
b. Penandatanganan
(Signature)
Konvensi ini kemudian
diadopsi oleh Majelis Umum pada tahun 1979. Dalam resolusinya Majelis Umum
menyampaikan harapan bahwa Konvensi dapat diberlakukan dalam waktu dekat dan
meminta agar Sekertaris Jenderal PBB mempersentasikan teks Konvensi pada
Konferensi Dunia pertengahan Dekade Perempuan di Copenhagen tahun 1980. Ada 64
negara yang menandatangani (signed) Konvensi dan 2 negara meratifikasi pada
saat acara khusus tersebut dilakukan. Pada tanggal 03 Septermber 1981, 30 hari
setelah 20 negara anggota PBB meratifikasi Konvensi, Konvensi dinyatakan
berlaku. Situasi ini menjadi puncak yang berdampak pada adanya sebuah standart
hukum internasional yang komprehensif untuk perempuan.Dan pada tahun 2007
tercatat sudah ada 185 negara yang menandatangani konvensi ini
c.
Pengesahaan (Ratification)
Pada tanggal 1 Maret 2000, telah ada 165 negara (melebihi dari 2/3 anggota PBB) telah meratifikasi atau mengaksesi Konvensi Perempuan dan 6 negara menandatanganinya.Yang dalam hal ini Indonesia pun juga melakukan ratifikasi terhadap konvensi CEDAW ini yang dapat dilihat di dalami UU No 7 tahun 1984, Indonesia sebagai negara yang sudah melakukan ratifikasi konvensi CEDAW ini memiliki suatu kewajiban untuk mengimplementasikan seluruh Hak Asasi Perempuan seperti yang terdapat di dalam konvensi ini, termasuk memiliki kewajiban untuk memberikan laporan secara berkala terhadap Komite CEDAW atas perkembangan dan kemajuan dari implementasi 16 pasal substantif yang tercantum dalam konvensi tersebut.
Posting Komentar untuk "Sejarah dan Proses Pengesahan CEDAW"